PENDIDIKAN

Rumitnya Penerapan Kurikulum 2013



Pada tahun pelajaran baru ini, Kemendikbud resmi menerapkan kurikulum 2013 (K13) di seluruh sekolah. Mulai SD hingga SMA/SMK negeri maupun swasta. Sebenarnya, sudah ada setahun kurikulum ’’bikinan’’ era M. Nuh tersebut. Tetapi, pelaksanaannya masih compang-camping. Berikut laporannya.
Bagi sebagian sekolah negeri di Surabaya, kurikulum baru itu bukan ’’barang baru’’ lagi. Sebab, sebagian besar sekolah negeri menerapkan kurikulum pengganti KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) tersebut sejak tahun lalu.
Namun, sebagian lain masih awam alias penerapannya nol pada kurikulum itu. Demikian pula guru-gurunya. Padahal, di dalam penerapan kurikulum baru tersebut, peran guru sangat vital. Sebab, mereka sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum itu.
Ya, Kemendikbud melalui pemerintah kabupaten/kota memang telah melatih ribuan guru. Tetapi, tidak ada jaminan bahwa guru mudah memahami semangat perubahan kurikulum tersebut.
Sebenarnya implementasi kurikulum 2013 sangat membutuhkan dukungan penuh dan kreativitas para guru. Sayangnya, belum semua guru paham maksud dari kurikulum itu. Sebab, pelatihan tidak berjalan sempurna sebagaimana yang dibayangkan.
Salah seorang guru SMP swasta, Fitrah Insani, mengungkapkan bahwa pelatihan yang diikuti dirinya bulan kemarin terkesan seadanya. Para fasilitator hanya memberikan gambaran umum. Padahal, yang dibutuhkan Fitrah adalah penjelasan spesifik. ’’Bahkan, saat kondisi tertentu, mereka bilang, ’panduannya dibaca saja ya’. Lantas, apa gunanya kami ikut pelatihan kalau ujung-ujungnya disuruh membaca?’’ katanya.
Tidak heran bila Fitrah masih bingung dengan implementasi kurikulum 2013. Khususnya mengenai 16 komponen dalam mengisi rapor. Menurut dia, penilaian dituntut untuk bisa sampai detail. Harus menilai kerja sama, kejujuran siswa, dan lain-lain. Fitrah khawatir penilaian itu menimbulkan subjektivitas. Jadi, sebaiknya ada indikator dalam mengidentifikasi hal tersebut. Selebihnya, dia lebih memasrahkan pada apa yang terjadi ketika mengajar besok. ’’Saya tetap akan belajar. Dikhawatirkan, kalau tidak nyambung, saya harus tanya untuk mendapat jawaban yang valid kepada siapa?’’ ujarnya.
Sebab, dari 14 guru dari sekolahnya yang dikirim untuk mengikuti pelatihan K13, tidak semua paham, termasuk dirinya. Khususnya guru yang usianya parobaya. Karena itu, Fitrah mengharapkan ada pelatihan ulang. Serta fasilitator yang mengajar sebaiknya lebih berkompeten. ’’Kalau fasilitatornya bisa menjelaskan semua aspek secara detail, mungkin saya tidak sebingung sekarang,’’ ungkap guru IPS tersebut.
Pemahaman yang kurang juga dialami Siti Maemunah. Menurut guru sebuah SD swasta di Surabaya Utara itu, selama pelatihan dua hari tersebut, fasilitator hanya memberikan teori. Tidak ada praktik. Padahal, Siti yang pernah ikut sosialisasi kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) juga diberikan contoh praktik. ’’Setelah kami diberikan teori, mereka melakukan simulasi pengajaran. Ada guru dan muridnya. Kami jadi mudah mengerti,’’ tuturnya.
Karena itu, Siti berharap dispendik mengadakan pelatihan ulang yang lebih lama dan detail secara praktik. Bukan hanya teori. Siti menyatakan, sebagai guru, dirinya dituntut mengetahui K13 untuk kebaikan muridnya.
Karena itu, meski tidak mendapat jawaban dari pelatihan, guru kelas VI tersebut berburu informasi. Salah satunya, informasi dari keponakan yang adalah guru SD negeri. ’’Untung, ponakan saya mau menjelaskan kepada saya. Sebab, sekolahnya pakai K13 sejak tahun kemarin,’’ sambungnya.
Nur Hamilah, salah seorang guru di sekolah swasta, menyatakan blankmengenai kurikulum 2013. Maklum, tahun lalu sekolahnya belum sama sekali menerapkan kurikulum tersebut. Saat mengikuti diklat, Nur juga tidak terlalu ngeh dengan materi-materi yang disampaikan instruktur. Sejatinya materinya mudah dipahami. Namun, begitu materi itu dipraktikkan, ternyata realitasnya tidak semudah yang dikatakan.
Ketika workshop yang dia ikuti, semua peserta memang diminta mengajar. Seolah-olah peserta lain menjadi siswa. Kemudian, peserta lain akan menilai cara pengajaran yang disampaikan. ’’Mungkin, jika waktu workshop-nya lebih lama, kami bisa lebih mendalami. Tapi, ini hanya tiga hari. Apa yang kami dapat dalam waktu sesempit itu?’’ ungkapnya.
Sementara itu, guru dituntut mengampu siswa dengan baik lewat model pembelajaran yang hampir pasti berubah total. Yakni, pembelajaran tematik. ’’Ini akan membutuhkan waktu yang agak lama bagi guru dan murid untuk saling beradaptasi,’’ paparnya.
Salah satu perubahan mendasar tentang kurikulum 2013 adalah metode pengajaran. Juga penilaian terhadap siswa. Semua itu merupakan tugas guru. Jadi, Kemendikbud harus mengadakan pelatihan bagi guru. Di Surabaya, pelatihan terhadap guru dilakukan Pusat Pengembangan serta Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK)bersama Dikbud Jatim. Itu pun belum mencakup seluruh guru.
’’Yang belum didiklat ini menjadi tanggung jawab kami (dispendik, Red),’’ jelas Sudarminto, Kabid Dikmen Dispendik Surabaya. Ada 175 guru SMP, 551 guru SMK, dan 1.222 guru SMA yang sudah didiklat dispendik. Kecuali, pelatihan terhadap guru agama dilakukan setelah Lebaran. ’’Karena keterbatasan narasumber,’’ lanjutnya.
Pelatihan terhadap guru SMA dilaksanakan di SMAN 1 dan SMAN 9, guru SMK di SMKN 1, dan guru SMP di sekolah-sekolah tempat musyawarah guru mata pelajaran (MGMP) masing-masing. Misalnya, guru bahasa Indonesia dilatih di SMPN 5 yang merupakan tempat MGMP bahasa Indonesia.
Sudarminto yakin para guru yang sungguh-sungguh dan sepenuh hati mengikuti workshop pasti mampu menguasai materi yang diajarkan. Sebab, saat workshop, mereka tidak hanya diberi materi. Guru diberi kesempatan menerapkan metode pembelajaran. Peserta workshop lainnya lantas menilai cara mengajarnya.
Hanya, kata dia, dukungan buku pegangan bagi guru masih belum komplet. Terutama, buku peminatan. Meski demikian, guru tetap bisa mencari referensi atau sumber lain. Sudarminto yakin setiap sekolah pasti sudah mempunyai solusi masing-masing untuk mengatasi masalah yang terjadi.
Menurut dia, K-13 memang menuntut kreativitas guru. Karena itu, dia meminta guru tidak henti-hentinya belajar dan mencari referensi yang mendukung pengajaran mereka. Dia yakin kesulitan yang dialami tidak akan berlangsung lama. ’’Semua butuh proses adaptasi,’’ ujarnya.
Sudarminto menuturkan, secara umum, persiapan K-13 di Surabaya sudah siap. Masalah kesiapan guru akan teratasi seiring dengan adaptasi mereka. Juga dengan kelengkapan buku-buku yang segera dituntaskan. 
Sumber: http://www2.jawapos.com/baca/artikel/5265/Rumitnya-Penerapan-Kurikulum-Baru-2013

Komentar